Blue Snowflake

Kamis, 13 Agustus 2015

Makalah Tentang Bom Ikan




MASALAH, SOLUSI, SERTA DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF DARI BOM IKAN
MULOK (LINGKUNGAN)

DISUSUN OLEH:
A. MARWAH
A. LISDIANI
JENNYFER CHATRINE .K.
FIRA PRATIWI RAMADHANTI
KELAS : XII IPA I

SMA NEG 07 MAKASSAR
TAHUN AJARAN 2015/2016










KATA PENGANTAR
   
Alhamdulillah, Puja dan Puji hanya layak tercurahkan kepada Allah SWT.  Karena atas limpahan karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam. Manusia istimewa yang seluruh perilakunya layak untuk diteladani, yang seluruh ucapannya adalah kebenaran, yang seluruh getar hatinya kebaikan. Sehingga Kami dapat menyelesaikan tugas kelompok ini tepat pada waktunya.
Kami akan mengajukan makalah dengan  Judul : MASALAH, SOLUSI, SERTA DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF DARI BOM IKAN.
Banyak kesulitan dan hambatan yang kami hadapi dalam membuat tugas makalah ini tapi dengan semangat dan kegigihan serta kerja sama, sehingga kami mampu menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Kami menyimpulkan bahwa tugas makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu kami menerima saran dan kritik, guna kesempurnaan tugas makalah ini dan bermanfaat bagi Penulis dan pembaca pada umumnya.





Makassar, 11 Agustus 2015

















DAFTAR ISI
1.    DAFTAR ISI......................................................................................................1
2.    BAB I  PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG............................................................................2
B.     RUMUSAN MASALAH........................................................................6
C.     TUJUAN PENULISAN..........................................................................6
3.      BAB II  PENJELASAN
A.    Sebutkan dan jelaskan dampak positif dan negatif dari bom ikan?.............................................................................................................7
B.     Jelaskan faktor penyebab terjadinya penangkapan ikan menggunakan bom ikan?.............................................................................................................7
C.     Jelaskan Upaya apa yang harus dilakukan oleh masyarakat maupun pemerintah dalam menanggulangi penggunaan bom ikan?.............................................................................................................8
D.    Sebutkan dan jelaskan UU yang mengatur tentang penggunaan bom ikan?...........................................................................................................10
E.     Jelaskan bagaimana cara nelayan biasanya menggunakan bom ikan untuk menangkap ikan?........................................................................................12
F.      Jelaskan minat masyarakat terhadap Cara Penangkapan Ikan dengan Menggunakan Bahan Peledak?..................................................................13
G.    Sebutkan upaya apa saja yang telah atau sedang dilakukan oleh pemerintah dalam menangani kasus ilegal fishing penggunaan bom ikan?...........................................................................................................13
4.      BAB III
A.    KESIMPULAN..........................................................................................19
B.     SARAN......................................................................................................19
5.      DAFTAR PUSTAKA......................................................................................20





BAB I
PENDAHULUAN


A.    LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai lebih dari 95.000 km dan memiliki lebih dari 17.000 pulau yang dikelilingi oleh terumbu karang. Diperkirakan sekitar 51% terumbu karang di Asia Tenggara dan 18% dari terumbu karang di dunia berada di Indonesia. Sebagian besar dari terumbu karang ini bertipe terumbu karang tepi (fringing reef), berdekatan dengan garis pantai dan mudah dijangkau oleh masyarakat sekitar. Indonesia juga memiliki keanekaragaman hayati kelautan tertinggi di dunia.
Ketergantungan yang tinggi negara-negara Asia Tenggara khususnya Indonesia terhadap sumber daya laut menyebabkan nelayan ingin menagkap ikan dalam jumlah banyak melalui cara yang mudah yaitu dengan cara merusak (destructive fishing). Beberapa praktek penangkapan ikan dengan cara merusak antara lain penggunaan pukat harimau (trawl), penggunaan bom (dynamite fishing), dan penggunaan racun potas (cyanide fishing). Penggunaan dynamite dan cyanide fishing selain dapat menghabiskan populasi ikan, juga mengakibatkan kerusakan ekosistem di sekitarnya (terumbu karang) dan membahayakan keselamatan nelayan. Aktivitas destructive fishing ini mengancam 88% terumbu karang Asia Tenggara.
Salah satu contoh kasusnya yaitu di Kepulauan Seribu. Kepulauan Seribu yang terletak di sebelah utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta memiliki 110 buah pulau. Kepulauan Seribu terkenal dengan keindahan terumbu karang dan ikan-ikannya. Hal ini tentu saja menarik perhatian komunitas sekitar untuk menangkap ikan-ikan cantik itu dan menjualnya di Jakarta. Pencari ikan hias menyelam di sekitar terumbu-terumbu karang untuk mencari ikan hias (biasanya jenis anemone). Untuk menangkap anemone, mereka menyemprotkan potas yang disimpan dalam botol aqua ke anemone yang  berada di terumbu karang.
Bagaimanakah pengaruh potas dalam kerusakan terumbu karang? Dalam air laut, potas akan terurai menjadi sodium dan ion potassium. Pada manusia, potas dapat menghentikan transportasi haemoglobin, begitu pula pada ikan. Bila air  di sekitar ikan tecemar oleh potas, maka suplai oksigen pada ikan semakin berkurang dan menyebabkan ikan tersebut pingsan.  Sehingga tidak berapa lama mereka kembali menyelam, dan tinggal memunguti ikan ikan hias yang pingsan. Penyemprotan potas berulang kali pada terumbu karang juga mengakibatkan terjadinya pemutihan dan kematian terumbu karang. Setiap penyemprotan potas akan menjangkau area terumbu karang seluas 4 x 4 meter. Lama-kelamaan terumbu karang akan mati. Tak ada ikan lagi, karena ikan ikan membutuhkan terumbu karang sebagai rumah dan habitatnya.
Kasus lainnya berada di Teluk Kiluan, Lampung yang terletak di titik pertemuan antara arus Samudra Hindia dengan perairan Selat Sunda. Pada bulan Februari-April 2009, marak terjadi penangkapan lobster menggunakan bom ikan dan potas di Teluk Kiluan. Kapal pengebom ikan beroperasi dengan cara berhenti di depan perairan Teluk Kiluan. Dari kapal besar, nakhoda kapal akan menurunkan perahu jukung yang berisi pendayung, pencari ikan, dan pengebom ikan. Ketika sumber ikan sudah ditemukan, pengebom akan turun menyelam dan mengebom terumbu karang sehingga ikan dan terumbu karang mati. Ikan yang biasanya dicari adalah ikan kerapu dan simba. Potas digunakan untuk menangkap lobster. Potas disemprotkan ke lubang-lubang pada terumbu karang tempat lobster tinggal. Akibat kegiatan menggunakan bom ikan, wilayah terumbu karang di perairan Teluk Kiluan rusak. Wilayah terumbu karang di perairan Teluk Kiluan diperkirakan seluas lima hektar. Sekitar separuhnya kini rusak akibat kegiatan pengeboman ikan.
Di Sulawesi Selatan, kerusakan terumbu karang akibat bom ikan juga terjadi. Saat ini, sekitar 55% terumbu karang di Sulawesi Selatan telah rusak akibat bom ikan. Cara penangkapan ikan seperti ini telah merusak ekosistem yang ada di bawah permukaan laut, termasuk terumbu karang Taman Nasional Takabonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. Taman laut Takabonerate merupakan taman laut ketiga terindah di dunia yang memperoleh piagam penghargaan dunia pada pertemuan Internasional Kelautan (World Ocean Conference) di Manado, Sulut, 11 – 15 Mei 2009. Tidak hanya terumbu karangnya yang rusak, melainkan jutaan spesies biota laut yang unik bisa terancam akibat pemboman ikan ilegal itu.
Bom ikan biasanya terbuat dari potassium nitrate, batu kerikil, dan minyak tanah yang dimasukkan dalam botol-botol mulai botol minuman suplemen, botol bir, dan botol minuman keras. Berat setiap botol kurang lebih setengah hingga dua kilogram. Setiap botol bom ini memiliki spesifikasi berbeda-beda. Botol bom yang terbuat dari minuman suplemen umumnya digunakan mengebom ikan dalam jumlah yang kecil mulai 1–5 kuintal ikan. Sedangkan botol bom yang terbuat dari botol bir dipakai untuk mengebom ikan dalam jumlah yang besar hingga berton-ton. Satu bom seukuran botol minuman suplemen mampu mematikan ikan hingga radius 15 meter dari titik pengeboman sedangkan yang seukuran botol bir radiusnya 50 meter dari titik pengeboman.
Dengan banyaknya penangkapan ikan dengan cara merusak, terumbu karang yang kondisinya menurun akan kehilangan nilai karena menjadi kurang produktif. Suatu terumbu karang yang sehat dapat menghasilkan hasil perikanan rata-rata 20 ton per tahun. Hasil suatu terumbu karang yang rusak akibat destructive fishing hanya 5 ton per tahun. Meskipun hanya sebagian yang rusak, terumbu karang tidak dapat pulih ke tingkat produktivitas tinggi. Terumbu karang yang telah dibom hanya memberikan keuntungan kecil sementara bagi pengebom ikan, namun memberikan kerugian besar yang berjangka panjang bagi masyarakat Indonesia.
Terumbu karang Indonesia adalah suatu dasar bagi struktur ekonomi dan sosial di kawasan ini, namun keadaannya dalam kondisi sangat terancam.  Untuk mengelola terumbu karang dibutuhkan implementasi rencana pengelolaan yang menggabungkan koleksi data dasar status terumbu karang, hasil pemantauan yang terus menerus, strategi implementasi, dan pengelolaan yang adaptif. Karena setiap lokasi berbeda, maka strategi yang berskala luas mungkin saja dibutuhkan untuk mengelola sumberdaya secara lebih baik. Pengelolaan yang efektif akan membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas serta dukungan pendanaan. Karena banyak tekanan pada terumbu karang yang berakar dari masalah sosial dan ekonomi, pengelolaan juga harus melihat aspek lain. Upaya yang perlu ditekankan adalah pengentasan kemiskinan, mata pencaharian alternatif, perbaikan pemerintahan, dan peningkatan kepedulian masyarakat akan nilai terumbu karang dan perikanan serta ancaman yang dihadapi keduanya. Bila diinformasikan dengan baik dan didanai secara tepat, pemerintah setempat, LSM, tetua desa, dan segmen-segmen kunci industri wisata, dapat menjadi pemelihara sumberdaya pesisir yang sukses.






















B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Sebutkan dan jelaskan dampak positif dan negatif dari bom ikan?
2.      Jelaskan faktor penyebab terjadinya penangkapan ikan menggunakan bom ikan?
3.      Jelaskan Upaya apa yang harus dilakukan oleh masyarakat maupun pemerintah dalam menanggulangi penggunaan bom ikan?
4.      Sebutkan dan jelaskan UU yang mengatur tentang penggunaan bom ikan?
5.      Jelaskan bagaimana cara nelayan biasanya menggunakan bom ikan untuk menangkap ikan?
6.      Jelaskan minat masyarakat terhadap Cara Penangkapan Ikan dengan Menggunakan Bahan Peledak?
7.      Sebutkan upaya apa saja yang telah atau sedang dilakukan oleh pemerintah dalam menangani kasus ilegal fishing penggunaan bom ikan?
C.     TUJUAN PENULISAN
1.      Menyebutkan dan menjelaskan dampak positif dan negatif dari bom ikan.
2.      Menjelaskan faktor penyebab terjadinya penangkapan ikan menggunakan bom ikan.
3.      Menjelaskan upaya apa yang harus dilakukan oleh masyarakat maupun pemerintah dalam menanggulangi penggunaan bom ikan.
4.      Menyebutkan dan menjelaskan UU yang mengatur tentang penggunaan bom ikan.
5.      Mengetahui bagaimana cara nelayan biasanya menggunakan bom ikan.
6.      Mengetahui mengapa banyak masyarakat yang suka menggunakan bom ikan untuk menangkap ikan.
7.      Menyebutkan upaya apa saja yang telah atau sedang dilakukan oleh pemerintah dalam menangani kasus ilegal fishing penggunaan bom ikan.





BAB II
PEMBAHASAN

A.  Sebutkan dan jelaskan dampak positif dan negatif dari bom ikan?
1)      Dampak positif:
·         Efektif dan efisiensi waktu.
·         Mendapatkan ikan yang lebih banyak.
·         Penghasilan nelayan meningkat.
2)      Dampak negatif :
·         Pencemaran mengancam keberadaan sumber daya alam seperti berbagai jeni ikan, kerang, udang, rumput laut, bakau, terumbu karang, dan mamalia laut.
·         Membunuh ekosistem laut.
·         Banyak nelayan yang akan kehilangan sumber penghidupannya.
·         Rusaknya laut tidak hanya berdampak terhadap berkurangnya devisa dari sektor perikanan, juga pariwisata.
B.  Jelaskan faktor penyebab terjadinya penangkapan ikan menggunakan bom ikan?
  Penyebab adanya exploitasi ikan dengan bahan peledak ini antara lain sbb:
1)      Adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masyarakat.
2)      Kurangnya rasa kepedulian masyarakat terhadap lingkungan laut.
Sedangkan Faktor Penyebab Terjadinya Penangkapan Ikan Dengan Menggunakan Bahan Peledak Di Provinsi Sulawesi Selatan Dari hasil penelitian penulis menurut Kompol Esa Kasi Gakum Ditpolair Polda Sulawesi Selatan (wawancara pada hari selasa 14 agustus 2012) menunjukkan bahwa. Faktor penyebab terjadinya penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak oleh nelayan di Provinsi Sulawesi Selatan dapat dilihat dari beberapa sisi yaitu, Pertama karena kegiatan melakukan penangkapan ikan merupakan mata pencharaian masyarakat nelayan untuk memenuhi kebutuhan pokok. Kedua karena sikap mental dan kepribadian nelayan di Provinsi Sulawesi Selatan lebih suka menangkap ikan dalam waktu yang singkat, menggunakan sedikit tenaga dan biaya namun dapat menghasilkan ikan hasil tangkapan dalam jumlah yang banyak, tanpa mengindahkan bahwa efek yang dan bahaya yang ditimbulkan dari penggunaan bahan peledak untuk menangkap ikan baik terhadap diri sendiri maupun ekosistem perairan. Ketiga masih berkaitan etika dan kepribadian masyarakat nelayan di Provinsi Sulawesi Selatan pada umumnya adalah masyarakat tradisional dan tingkat pendidikan yang rendah serta tidak mengetahi/memahami bahwa cara-cara penangkapan ikan menggunakan bahan peledak disamping beresiko bahaya terhadap diri nelayan sendiri juga berdampak rusak dan matinya biota laut yang terkena efek bahan peledak tesebut. Keempat karena sanksi pidana akibat pelanggaran-pelanggaran penangkapan ikan menggunakan bahan peledak itu cenderung ringan dan juga para aparat penegak hukum (penyidik) merasa kesulitan menggunakan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan dan lebih memilih menggunakan/menerapkan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Untuk lebih jelasnya faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat nelayan di Provinsi Sulawesi Selatan melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak adalah sebagai berikut:
1)      Faktor penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak.
2)      Kurangnya kepedulian masyarakat akan lingkungannya terutama lingkungan laut.
3)      Kurangnya pengetahuan masyarakat nelayan akan dampak penggunaan bahan peledak dalam melakukan penangkapan ikan.
4)      Proses dalam pemeriksaan perkara penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak yang rumit dan berlarut-larut.
C.  Jelaskan Upaya apa yang harus dilakukan oleh masyarakat maupun pemerintah dalam menanggulangi penggunaan bom ikan?
Upaya yang harus dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah yaitu:
1)      Peningkatan kesadaran masyarakat nelayan akan bahaya yang ditimbulkan dariillegal fishing (penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap yang ilegal).
2)      Peningkatan pemahaman dan pengetahuan nelayan tentang illegal fishing.
3)      Melakukan rehabilitasi terumbu karang.
4)      Membuat alternatif habitat karang sebagai habitat ikan sehingga daerah karangalami tidak rusak akibat penangkapan ikan.
5)      Mencari akar penyebab dari masing-masing masalah yang timbul dan mencarikansolusi yang tepat untuk mengatasinya.
6)      Melakukan penegakan hukum mengenai perikanan khususnya dalam hal pemanfaatan yang bertanggung jawab.
7)      Meningkatkan pengawasan dengan membuat badabn khusus yang menangani danbertanggung jawab terhadap kegiatan illegal fishing.
8)      Selain itu, upaya yang dilakukan dalam menanggulangi penangkapan ikan yang secara ilegal adalah peningkatan kesadaran dan pengetahuan masyarakat nelayan mengenai illegal. Peningkatan kesadaran ini dapat dilakukan dengan dilakukannya penyuluhan ke wilayah nelayan, dan pendidikan dari kecil di sekolah daerah pesisir. Agar betul-betul bisa langsung menyerang akar permasalahan dan menanamkan kesadaran sejak awal untuk menjaga terumbu karang. Tapi penyuluhan itu tidak akan dapat bertahan lama jika akar dari semua masalah itu tidak segera di selesaikan yaitu faktor kemiskinan.
9)      Penanggulangan yang lain yaitu untuk memperbaiki ekosistem terumbu karang yang marak dilakukan oleh lembaga pemerintah, swasta maupun lembaga swadaya masyarakat adalah dengan membudidayakan terumbu karang, yakni dengan pemasangan terumbu karang buatan artificial reef yang diprakarsai oleh Departemen Kelautan Perikanan. Konservasi terumbu karang adalah hal yang mutlak, dan tidak dapat ditawar ataupun ditunda karena waktu tumbuh karang yang lama dan manfaatnya yang begitu besar untuk biota laut terutama ikan, karenanya bila hasil tangkapan nelayan tidak ingin menurun maka secara bersama-sama masyarakat harus melindungi kawasan terumbu karang. Untuk itu diharapkan nelayan atau siapapun juga tak lagi melakukan penangkapan ikan dengan cara yang merusak. Lebih baik lagi jika sikap tak merusak itu lahir dari kesadaran sendiri.
 Meskipun proses penyadaran ini memerlukan waktu, namun harus dilakukan secara terus menerus oleh semua pihak.
D.  Sebutkan dan jelaskan Undang-undang yang mengatur tentang larangan penggunaan bom ikan?
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dikenal beberapa jenis delik perikanan, diatur dalam pasal 86 sampai pasal 101. adapun delik perikanan ini terbagi atas, delik pencemaran, pengrusakan sumberdaya ikan serta penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, delik pengelolaan sumberdaya ikan dan delik usaha perikanan tanpa izin. Dalam tulisan ini penulis akan mengkaji delik pencemaran, pengerusakan sumberdaya ikan serta penangkapan ikan dengan menggunakan bahan terlarang.
Ketentuan mengenai delik ini diatur dalam pasal 84 sampai pasal 87. Pada pasal 84 ayat (1) rumusannya sebagai berikut:
Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat/dan atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumberdaya ikan dan/atau lingkungannya sebagaimana di maksud dalam Pasal 8 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah).
Ketentuan Pasal 8 ayat (1) undang-undang perikanan yang dimaksudkan adalah larangan bagi setiap orang atau badan hukum untuk melakukan kegiatan penangkapan dan pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan kimia dan sejenisnya yang dapat membahayakan kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya.
Pada pasal 84 juga ditujukan kepada nahkoda atau pemimpin kapal, ahli penangkapan ikan, dan anak buah kapal hal ini diatur dalam ayat 2. pemilik kapal perikanan, pemilik perusahaan perikanan, penanggungjawab perusahaan perikanan, dan/atau operator kapal perikanan, hal ini diatur dalam ayat 3. sedangkan pemilik perusahaan pembudidayaan ikan, kuasa pemilik perusahaan pembudidayaan ikan, dan/atau penanggungjawab perusahaan pembudidayaan ikan, diatur dalam ayat 4. Hal ini semua ditujukan bilamana dilakukan di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia.
Penggunaan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya yang tidak saja mematikan ikan secara langsung, tetapi dapat pula membahayakan kesehatan manusia dan merugikan nelayan serta pembudi daya ikan. Apabila terjadi kerusakan sebagai akibat penggunaan bahan dan alat yang dimaksud, pengembalian keadaan semula akan membutuhkan waktu yang lama, bahkan mungkin mengakibatkan kepunahan.
Kemudian pada Pasal 85 yang diubah dal;am UU No. 45 Tahun 2009, menyebutkan:
Setiap orang yang dengan sengaja memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkap ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Ketentuan dalam pasal 9 mengatur tentang penggunaan alat penangkap ikan yang tidak sesuai dan yang sesuai dengan syarat atau standar yang di tetapkan untuk tipe alat tertentu oleh negara termasuk juga didalamnya alat penangkapan ikan yang dilarang oleh negara.
Pelarangan penggunaan alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan diperlukan untuk menghindari adanya penangkapan ikan dengan menggunakan peralatan yang dapat merugikan kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya. Hal itu dilakukan mengingat wilayah pengelolaan perikanan Indonesia sangat rentan terhadap penggunaan alat penangkapan ikan yang tidak sesuai dengan ciri khas alam, serta kenyataan terdapatnya berbagai jenis sumber daya ikan di Indonesia yang sangat bervariasi, menghindari tertangkapnya jenis ikan yang bukan menjadi target penangkapan.
Sedangkan pasal 86 berisi larangan bagi setiap orang atau badan hukum untuk melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan kerusakan sumber daya ikan dan/atau lingkungannya, yang dimaksud dengan pencemaran sumber daya ikan adalah tercampurnya sumber daya ikan dengan mahluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen l.
E.   Menjelaskan bagaimana cara nelayan biasanya menggunakan bom ikan untuk menangkap ikan?
Pengeboman dapat dilakukan pada dasar peraiaran yaitu dengan mengatur panjang pendeknya sumbu sedemikian rupa sehingga bom meledak ketika sampai di dasar. Peledakan juga sering dilakukan di permukaan atau di tengah kolom air yang populer disebut di kalangan nelayan pengeboman setengah air, semuanya tergantung dari sasaran ikan yang diinginkan. Pengeboman dapat dilakukan satu kali atau berkali-kali di lokasi yang sama. Pengeboman biasanya dilakukan dengan menurunkan satu atau dua orang sebagai pengamat. Bila sasaran yang berupa gerombolan ikan telah nampak sama pengamat, maka pengamat segera keluar dari air dan juru bom segera melemparkan bom. Segera setelah bom meledak seluruh awak perahu turun untuk mengambil hasilnya. Karena kalau tidak segera diambil ikan yang terapung atau yang melayang akan terbawa arus dan tersebar kemana-mana. Sering ledakan pertama dibiarkan beberapa saat, ikannya tidak diambil. Ikan yang terluka yang berenang tidak teratur dan ikan yang terkena yang terluka. Pada saat ikan-ikan yang lebih besar berdatangan untuk memakan hasil-hasil dari ledakan pertama maka dilemparkan bom yang kedua sehingga hasil yang diperoleh jauh lebih banyak.
Demikianlah pengeboman dapat dilakukan bom menarik perhatian ikan yang lebih besar untuk berkumpul dan makan ikan berulang-ulang tergantung dari sasaran yang diinginkan.
Para penangkap ikan yang menggunakan cara peledakan biasanya mencari ikan yang hidupnya bergerombol. Ikan-ikan karang yang berukuran besar seperti bibir tebal dan korapu yang biasa hidup di bawah terumbu karang menjadi sasaran utama. Ikan ekor kuning dan ikan kakaktua menjadi sasaran peledakan. Karena besarnya gelombang ledakan, terkadang ikan yang ada di tepi perairan terbuka pun sering menjadi sasaran.
F.   Menjelaskan minat masyarakat terhadap Cara Penangkapan Ikan dengan Menggunakan Bahan Peledak?
Mengapa pengeboman ikan menjadi populer di kalangan nelayan, walaupun sebenarnya kegiatan ini adalah melanggar hukum. Penggunaan bahan peledak untuk menangkap ikan sangat praktis. Awak kapal yang dibutuhkan tidak sebanyak dibandingkan jika menangkap ikan secara tradisional yakni menggunakan jaring biasa. Bahan-Bahan yang diperlukan dalam melakukan suatu aktifitas pengeboman adalah pupuk, atau bekas bom/mesiu yang sudah tidak terpakai, detonator, kompresor dan balok-balok es ,sebagai pendingin menyimpan ikan. Sumber mengatakan bahwa dengan melakukan pengeboman maka waktu dan hasil yang didapat lebih besar disbanding kita melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan pancing dan jarring.
G.      upaya apa saja yang telah atau sedang dilakukan oleh pemerintah dalam menangani kasus ilegal fishing penggunaan bom ikan?
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sesuai dengan komitmennya untuk memerangi kegiatan illegal fishing dan destructive fishing terus melakukan kegiatan pengawasan di laut dengan mengerahkan armada kapal pengawas yang dimiliki. Kegiatan Illegal fishing yang dilakukan oleh Kapal Perikanan Asing (KIA) dan Kapal Perikanan Indoneisa (KII) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia (WPP-NRI), secara nyata melanggar Undang-undang (UU) No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana diubah dengan UU No. 45 tahun 2009, dan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perikanan tangkap. Selain itu, illegal fishing oleh KII di wilayah perairan kompetensi Organisasi Pengelolaan Perikanan Regional (Regional Fisheries Management Organizations/RFMOs) dan di laut lepas, juga menyalahi resolusi-resolusi RFMOs, termasuk ketentuan mengenai Conservation and Management Measures (CMM), dan ketentuan-ketentuan internasional tentang perikanan.
Modus operandi illegal fishing pun dilakukan dengan beragam cara, antara lain dengan melakukan penangkapan ikan tanpa izin, mengunakan  izin palsu, menggunakan alat tangkap yang dilarang, menangkap jenis ikan (spesies) yang tidak sesuai dengan izin, menangkap ikan di wilayah yang tidak sesuai ijin, tidak melaporkan hasil tangkapan yang sesungguhnya atau pemalsuan data hasil tangkapan, membawa ikan hasil tangkapan langsung ke negara lain (transhipment), penangkapan ikan di wilayah yang dilarang, menangkap ikan di wilayah kompetensi RFMOs tanpa mengindahkan ketentuan RFMOs maupun ketentuan internasional, penangkapan ikan menggunakan modifikasi API/ABPI ikan yang dilarang, dan berbagai modus lainnya.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C. Sutardjo mengungkapkan, bahwa praktek-praktek Illegal fishing yang terjadi di WPP-NRI telah menyebabkan kerugian bagi Pemerintah RI, baik secara langsung maupun tidak langsung, berupa kerugian material maupun immaterial, dari aspek ekonomi, ekologi, maupun sosial”. Selanjutnya Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Syahrin Abdurrahman, merinci bahwa kerugian ekonomis antara lain kehilangan nilai ekonomis dari ikan yang dicuri yaitu Pungutan Hasil Perikanan (PHP), subsidi BBM yang dinikmati kapal perikanan yang tidak berhak, Unit Pengolahan Ikan (UPI) kekurangan pasokan bahan baku, sehingga melemahkan upaya pemerintah untuk mendorong peningkatan daya saing produk perikanan. Sedangkan kerugian dari aspek ekologis, antara lain berupa kerusakan sumber daya ikan dan lingkungannya, yang diakibatkan oleh penggunaan alat penangkap ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan (API/ABPI) yang tidak ramah lingkungan. Di samping itu, praktek illegal fishing menyebabkan kesulitan otoritas pengelolaan perikanan untuk mendapatkan data potensi sumber daya perikanan yang akurat, yang diperlukan untuk mengatur kuota pemanfaatan sumber daya perikanan. Dari aspek sosial, terbukti bahwa praktek illegal fishing di WPP-NRI menyebabkan nelayan dalam negeri yang notabene didominasi oleh nelayan-nelayan skala kecil, menjadi kalah bersaing, dan berpotensi mendesak matapencaharian masyarakat nelayan kecil.
Dalam menanggulangi praktek-praktek illegal fishing di WPP-NRI, KKP menerapkan pendekatan hard structure dan soft structure, mulai dari hulu hingga hilir. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan, mengamankan usaha kelautan dan perikanan, termasuk menyelamatkan kerugian ekonomi, dan melindungi keberlanjutan mata pencaharian masyarakat kelautan dan perikanan. Pendekatan hard structure dilakukan dilakukan dengan memeriksa dokumen perizinan, melakukan pemantauan posisi dan pergerakan kapal perikanan menggunakan sarana vessel monitoring system (VMS), melakukan operasi pengawasan di laut baik secara mandiri maupun dengan bekerjasama dengan institusi penegak hukum lainnya (TNI-AL, POLAIR, TNI-AU, dll.). Selain itu, pengawasan juga dilakukan dimulai di darat (sebelum kapal-kapal perikanan beroperasi menangkap ikan), dilanjutkan di laut (pada saat kapal-kapal perikanan melakukan operasi penangkapan ikan), ketika kapal-kapal perikanan kembali ke darat saat mendaratkan hasil tangkapannya, dan ketika kapal-kapal perikanan mendistribusikan hasil tangkapannya.
Upaya-upaya pengawasan tersebut terus dilakukan, walaupun di sisi lain, KKP sebagai sebuah lembaga yang relatif baru dibandingkan dengan Kementerian lain, masih memiliki berbagai keterbatasan. Dalam hal pengawasan, antara lain belum memadainya kapasitas dan kapabilitas pengawasan SDKP, yang ditandai dengan adanya kesenjangan yang cukup besar antara kebutuhan penguatan kelembagaan pengawasan SDKP dengan kondisi yang mampu dicapai saat ini. Hingga awal Tahun 2013 ini, jumlah  Kapal Pengawas Perikanan yang dimiliki sebanyak 26 unit dari kondisi ideal yang dibutuhkan adalah sebanyak 83 unit. Selain itu, Kapal Pengawas tersebut juga idealnya beroperasi secara terus menerus dalam 1 (satu) tahun (365 hari), namun seiring dengan keterbatasan anggaran, saat ini Kapal Pengawas hanya dapat melaksanakan operasi sebanyak 115 hari pera tahun. Jumlah SDM yang dimiliki pun terdapat keterbatasan, dimana jumlah Pengawas Perikanan yang ada baru tersedia 389 orang sedangkan kebutuhan ideal lebih kurang 1.500 orang.
Berbagai keterbatasan yang dimiliki tidak membuat KKP lemah dalam melakukan pengawasan. Upaya-upaya terobosan terus dilakukan, baik dengan memperkuat mental para petugas dilapangan untuk terhindar dari praktek suap, dengan menanamkan semboyan pantang tercela di laut. Cara lain juga dilakukan untuk memperkuat pengawasan, yaitu dengan menjalin kerjasama lintas sekor. Dalam hal kerjasama lintas sektor, Ditjen PSDKP secara rutin menggelar patroli bersama dengan TNI-AL, Polri dan Bakorkamla. Selain itu dalam proses persidangan terhadap para pelaku Illegal fishing dan destructive fishing, Ditjen. PSDKP telah melaksanakan kerjasama dengan Kejaksaan Agung RI untuk menyiapkan Jaksa Penuntut Umum tindak pidana perikanan, dan kerjasama dengan Mahkamah Agung RI untuk pembentukan Pengadilan Perikanan sekaligus menyiapkan Hakim Ad Hoc yang bertugas mengadili para pelaku illegal fishing dan destructive fishing. Kerjasama juga dilakukan dengan negara-negara di kawasan, dan juga dengan beberapa organisasi pengelolaan perikanan regional (Regional Fisheries Management Organizations/ RFMOs]. Dalam rangka menggalang kerjasama dengan negara-negara di kawasan, Indonesia telah menginisiasi pembentukan forum komunikasi dan kerjasama dengan 10 (sepuluh) negara, dalam bentuk Regional Plan of Action to Promote Responsible Fishing Practices including Combating IUU Fishing in the Region (RPOA), dengan 11 negara peserta meliputi: Australia, Brunei Darussalam, Cambodia,  Indonesia, Malaysia, Papua New Guinea, Philipina, Singapura, Thailand, Timor Leste, dan Viet Nam. Melalui forum RPOA, dimungkinkan adanya pertukaran data dan informasi mengenai kapal-kapal perikanan yang dikategorikan sebagai IUU Vessel List menurut RFMOs, kerjasama penguatan kapasitas dan kapabilitas pengawasan, penyelenggaraan penyadaran masyarakat, dan dukungan teknis pengawasan. Dalam hal pelaksanaan pengawasan dan penegakan hukum di laut, Indonesia juga melakukan operasi pengawasan  bersama beberapa negara tetangga, yaitu: Malaysia, Singapura, Thailand, dan Australia. Di samping itu, Indonesia juga telah menandatangani perjanjian kerjasama bilateral di bidang perikanan, dengan Viet Nam, dengan salah satu bidang yang dikerjasamakan (area of cooperation) adalah Combatting IUU fishing. Kerjasama dengan Australia di bidang pemberantasan illegal fishing, berada di bawah Working Group on Combating IUU Fishing. Di pihak Indonesia, dikoordinasikan oleh Direktorat Jenderal PSDKP, sedangkan di pihak Australia, dikoordinasikan oleh Border Prpotection Service/Border Protection Command. Implementasi kerjasama pemberantasan illegal fishing diwujudkan dalam beberapa bentuk kegiatan, meliputi: pelaksanaan Coordinated Patrol, atau patroli bersama di wilayah perbatasan kedua negara dan pertukaran data (surveillance data exchange).
Gencarnya kegiatan pengawasan yang dilaksanakan semata-mata bertujuan untuk tercapainya kesejahteraan bangsa Indonesia. Betapa tidak kekayaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang kita miliki sangat potensial untuk mensejahterakan bangsa. Seiring dengan visi KKP untuk mewujudkan pembangunan kelautan dan perikanan yang berdaya saing dan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat, tentu peran pengawasan menjadi sangat dibutuhkan. Kesuksesan produktifitas di bidang perikanan tangkap tentu tidak dapat dilaksanakan bila ikan di laut habis dijarah oleh pelaku illegal fishing atau bila jumlah ikan semakin sedikit akibat perilaku destructive fishing (menggunakan bom dan racun) yang mengakibatkan bibit ikan dan lingkungan tempat berkembang biak ikan seperti terumbu karang menjadi rusak. Demikian halnya dengan usaha budidaya, tidak akan dapat menuai hasil maksimal bila lingkungan perairannya telah tercemar. Tidak hanya itu, telah terbukti beberapa kali produk hasil perikanan Indonesia di embargo oleh negara importir oleh karena dianggap mengandung zat-zat yang berbahaya akibat kegiatan budidaya atau penanganan dan pengolahan yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Berbagai kegiatan tersebut merupakan dasar-dasar yang kokoh untuk memberantas praktek illegal fishing di WPP-NRI, diharapkan pemberantasan illegal fishing dan destructive fsihing akan terus dilakanakan oleh Pemernitah RI, walaupun secara lima tahun akan terjadi perubahan. Hal ini dimungkinkan dengan telah tersedianya berbagai instrumen kebijakan yang secara tegas mendukung pemberantasan illegal fishing. Memperyimbangkan besarnya kerugian materiil dan immateriil yang diakibatkan oleh praktek illegal fishing,  maka di dalam Rencana Strategis Pembangunan Kelautan dan Perikanan, saya telah menetapkan bahwa pemberantasan illegal fishing merupakan salah satu program prioritas Kementerian Kelautan dan Perikanan, untuk mendukung tercapainya target-taget produksi, pengolahan, dan pemasaran hasil kelautan dan perikanan, ujar Sharif C Sutardjo.
Selanjutnya, Sharif C Sutardjo, menyampaikan bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan secara bertahap terus mengupayakan penguatan kapasitas dan kapabilitas pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan, agar mampu melaksanakan mandat yang diamanatkan Undang-undang bidang Perikanan secara optimal, baik dengan menyelenggarakan operasi penagwasan secara mandiri, maupun dengan pengawasan bersama beberapa instansi terkait lainnya. Bahkan, karena illegal fishing menyebabkan kerusakan sumber daya ikan dan lingkungannya dan dilakukan dengan melibatkan lintas negara secara terencana, yang akhir-akhir ini dunia internasional mulai mempertimbangkan untuk memasukkan praktek illegal fishing ke dalam kriteria trans-national organized crime.

















BAB III

A.    KESIMPULAN
 Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
1.      Eksploitasi ikan dengan bahan peledak adalah suatu cara penangkapan ikan ilegal yang dapat merugikan baik di laut ataupun di perairan lainnya yang di lakukan seseorang dengan bahan berbahaya yang bukan hanya merusak makhluk hidup tatapi juga dapat merusak ekosistem tempat hidup semua makhluk hidup di perairan.
2.      Penyebab adanya exploitasi ikan dengan bahan peledak ini antara lain sbb:
·         Adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masyarakat.
·         Kurangnya rasa kepedulian masyarakat terhadap lingkungan laut.
3.      Dampak positif:
·         Efektif dan efisiensi waktu.
·         Mendapatkan ikan yang lebih banyak.
·         Penghasilan nelayan meningkat.
      Dampak negatif :
·         Pencemaran mengancam keberadaan sumber daya alam seperti berbagai jeni ikan, kerang, udang, rumput laut, bakau, terumbu karang, dan mamalia laut.
·         Membunuh ekosistem laut.
·         Banyak nelayan yang akan kehilangan sumber penghidupannya.
·         Rusaknya laut tidak hanya berdampak terhadap berkurangnya devisa dari
sektor perikanan, juga pariwisata.
B.     SARAN
 Saran saya seharusnya harus ada kerja sama antara pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi penggunaan bom ikan. Agar tidak terjadi kerusakan terumbu karang dan Sumber Daya Alam lainnya.


Daftar pustaka