MASALAH, SOLUSI, SERTA
DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF DARI BOM IKAN
MULOK
(LINGKUNGAN)
DISUSUN
OLEH:
A.
MARWAH
A.
LISDIANI
JENNYFER
CHATRINE .K.
FIRA
PRATIWI RAMADHANTI
KELAS
: XII IPA I
SMA
NEG 07 MAKASSAR
TAHUN
AJARAN 2015/2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puja dan Puji hanya
layak tercurahkan kepada Allah SWT. Karena
atas limpahan karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada
Rasulullah Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam. Manusia istimewa yang seluruh
perilakunya layak untuk diteladani, yang seluruh ucapannya adalah kebenaran,
yang seluruh getar hatinya kebaikan. Sehingga Kami dapat menyelesaikan tugas kelompok
ini tepat pada waktunya.
Kami akan mengajukan makalah dengan Judul : MASALAH, SOLUSI, SERTA DAMPAK POSITIF
DAN NEGATIF DARI BOM IKAN.
Banyak kesulitan dan hambatan yang kami
hadapi dalam membuat tugas makalah ini tapi dengan semangat dan kegigihan serta
kerja sama, sehingga kami mampu menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Kami menyimpulkan bahwa tugas makalah
ini masih belum sempurna, oleh karena itu kami menerima saran dan kritik, guna
kesempurnaan tugas makalah ini dan bermanfaat bagi Penulis dan pembaca pada
umumnya.
Makassar, 11 Agustus 2015
DAFTAR ISI
1. DAFTAR
ISI......................................................................................................1
2. BAB
I PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG............................................................................2
B. RUMUSAN
MASALAH........................................................................6
C. TUJUAN
PENULISAN..........................................................................6
3. BAB
II PENJELASAN
A. Sebutkan dan
jelaskan dampak positif dan negatif dari bom ikan?.............................................................................................................7
B. Jelaskan
faktor penyebab terjadinya penangkapan ikan menggunakan bom
ikan?.............................................................................................................7
C. Jelaskan
Upaya apa yang harus dilakukan oleh masyarakat maupun pemerintah dalam
menanggulangi penggunaan bom ikan?.............................................................................................................8
D. Sebutkan dan
jelaskan UU yang mengatur tentang penggunaan bom
ikan?...........................................................................................................10
E. Jelaskan
bagaimana cara nelayan biasanya menggunakan bom ikan untuk menangkap ikan?........................................................................................12
F. Jelaskan
minat masyarakat
terhadap Cara Penangkapan Ikan dengan Menggunakan Bahan Peledak?..................................................................13
G.
Sebutkan upaya apa saja yang telah atau
sedang dilakukan oleh pemerintah dalam menangani kasus ilegal fishing penggunaan bom ikan?...........................................................................................................13
4. BAB
III
A.
KESIMPULAN..........................................................................................19
B.
SARAN......................................................................................................19
5. DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................20
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan
panjang garis pantai lebih dari 95.000 km dan memiliki lebih dari 17.000 pulau
yang dikelilingi oleh terumbu karang. Diperkirakan sekitar 51% terumbu karang
di Asia Tenggara dan 18% dari terumbu karang di dunia berada di Indonesia.
Sebagian besar dari terumbu karang ini bertipe terumbu karang tepi (fringing
reef), berdekatan dengan garis pantai dan mudah dijangkau oleh masyarakat
sekitar. Indonesia juga memiliki keanekaragaman hayati kelautan tertinggi di
dunia.
Ketergantungan yang tinggi negara-negara Asia Tenggara
khususnya Indonesia terhadap sumber daya laut menyebabkan nelayan ingin
menagkap ikan dalam jumlah banyak melalui cara yang mudah yaitu dengan cara
merusak (destructive fishing). Beberapa praktek penangkapan ikan
dengan cara merusak antara lain penggunaan pukat harimau (trawl),
penggunaan bom (dynamite fishing), dan penggunaan racun potas (cyanide
fishing). Penggunaan dynamite dan cyanide fishing selain
dapat menghabiskan populasi ikan, juga mengakibatkan kerusakan ekosistem di
sekitarnya (terumbu karang) dan membahayakan keselamatan nelayan. Aktivitas destructive
fishing ini mengancam 88% terumbu karang Asia Tenggara.
Salah satu contoh kasusnya yaitu di Kepulauan Seribu.
Kepulauan Seribu yang terletak di sebelah utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa
Jakarta memiliki 110 buah pulau. Kepulauan Seribu terkenal dengan keindahan
terumbu karang dan ikan-ikannya. Hal ini tentu saja menarik perhatian komunitas
sekitar untuk menangkap ikan-ikan cantik itu dan menjualnya di Jakarta. Pencari
ikan hias menyelam di sekitar terumbu-terumbu karang untuk mencari ikan hias (biasanya
jenis anemone). Untuk menangkap anemone, mereka menyemprotkan potas yang
disimpan dalam botol aqua ke anemone yang berada di terumbu karang.
Bagaimanakah pengaruh potas dalam kerusakan terumbu karang?
Dalam air laut, potas akan terurai menjadi sodium dan ion potassium. Pada
manusia, potas dapat menghentikan transportasi haemoglobin, begitu pula pada
ikan. Bila air di sekitar ikan tecemar oleh potas, maka suplai oksigen
pada ikan semakin berkurang dan menyebabkan ikan tersebut pingsan. Sehingga
tidak berapa lama mereka kembali menyelam, dan tinggal memunguti ikan ikan hias
yang pingsan. Penyemprotan potas berulang kali pada terumbu karang juga
mengakibatkan terjadinya pemutihan dan kematian terumbu karang. Setiap
penyemprotan potas akan menjangkau area terumbu karang seluas 4 x 4 meter.
Lama-kelamaan terumbu karang akan mati. Tak ada ikan lagi, karena ikan ikan
membutuhkan terumbu karang sebagai rumah dan habitatnya.
Kasus lainnya berada di Teluk Kiluan, Lampung yang terletak
di titik pertemuan antara arus Samudra Hindia dengan perairan Selat Sunda. Pada
bulan Februari-April 2009, marak terjadi penangkapan lobster menggunakan bom
ikan dan potas di Teluk Kiluan. Kapal pengebom ikan beroperasi dengan cara
berhenti di depan perairan Teluk Kiluan. Dari kapal besar, nakhoda kapal akan
menurunkan perahu jukung yang berisi pendayung, pencari ikan, dan pengebom
ikan. Ketika sumber ikan sudah ditemukan, pengebom akan turun menyelam dan
mengebom terumbu karang sehingga ikan dan terumbu karang mati. Ikan yang biasanya
dicari adalah ikan kerapu dan simba. Potas digunakan untuk menangkap lobster.
Potas disemprotkan ke lubang-lubang pada terumbu karang tempat lobster tinggal.
Akibat kegiatan menggunakan bom ikan, wilayah terumbu karang di perairan Teluk
Kiluan rusak. Wilayah terumbu karang di perairan Teluk Kiluan diperkirakan
seluas lima hektar. Sekitar separuhnya kini rusak akibat kegiatan pengeboman
ikan.
Di Sulawesi Selatan, kerusakan terumbu karang akibat bom ikan
juga terjadi. Saat ini, sekitar 55% terumbu karang di Sulawesi Selatan telah
rusak akibat bom ikan. Cara penangkapan ikan seperti ini telah merusak
ekosistem yang ada di bawah permukaan laut, termasuk terumbu karang Taman
Nasional Takabonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. Taman
laut Takabonerate merupakan taman laut ketiga terindah di dunia yang memperoleh
piagam penghargaan dunia pada pertemuan Internasional Kelautan (World Ocean
Conference) di Manado, Sulut, 11 – 15 Mei 2009. Tidak hanya terumbu
karangnya yang rusak, melainkan jutaan spesies biota laut yang unik bisa
terancam akibat pemboman ikan ilegal itu.
Bom ikan biasanya terbuat dari potassium nitrate, batu
kerikil, dan minyak tanah yang dimasukkan dalam botol-botol mulai botol minuman
suplemen, botol bir, dan botol minuman keras. Berat setiap botol kurang lebih
setengah hingga dua kilogram. Setiap botol bom ini memiliki spesifikasi
berbeda-beda. Botol bom yang terbuat dari minuman suplemen umumnya digunakan
mengebom ikan dalam jumlah yang kecil mulai 1–5 kuintal ikan. Sedangkan botol
bom yang terbuat dari botol bir dipakai untuk mengebom ikan dalam jumlah yang
besar hingga berton-ton. Satu bom seukuran botol minuman suplemen mampu
mematikan ikan hingga radius 15 meter dari titik pengeboman sedangkan yang
seukuran botol bir radiusnya 50 meter dari titik pengeboman.
Dengan banyaknya penangkapan ikan dengan cara merusak,
terumbu karang yang kondisinya menurun akan kehilangan nilai karena menjadi
kurang produktif. Suatu terumbu karang yang sehat dapat menghasilkan hasil
perikanan rata-rata 20 ton per tahun. Hasil suatu terumbu karang yang rusak
akibat destructive fishing hanya 5 ton per tahun. Meskipun hanya
sebagian yang rusak, terumbu karang tidak dapat pulih ke tingkat produktivitas
tinggi. Terumbu karang yang telah dibom hanya memberikan keuntungan kecil
sementara bagi pengebom ikan, namun memberikan kerugian besar yang berjangka
panjang bagi masyarakat Indonesia.
Terumbu karang Indonesia adalah suatu dasar bagi struktur
ekonomi dan sosial di kawasan ini, namun keadaannya dalam kondisi sangat
terancam. Untuk mengelola terumbu karang dibutuhkan implementasi rencana
pengelolaan yang menggabungkan koleksi data dasar status terumbu karang, hasil
pemantauan yang terus menerus, strategi implementasi, dan pengelolaan yang
adaptif. Karena setiap lokasi berbeda, maka strategi yang berskala luas mungkin
saja dibutuhkan untuk mengelola sumberdaya secara lebih baik. Pengelolaan yang
efektif akan membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas serta dukungan
pendanaan. Karena banyak tekanan pada terumbu karang yang berakar dari masalah
sosial dan ekonomi, pengelolaan juga harus melihat aspek lain. Upaya yang perlu
ditekankan adalah pengentasan kemiskinan, mata pencaharian alternatif,
perbaikan pemerintahan, dan peningkatan kepedulian masyarakat akan nilai
terumbu karang dan perikanan serta ancaman yang dihadapi keduanya. Bila
diinformasikan dengan baik dan didanai secara tepat, pemerintah setempat, LSM,
tetua desa, dan segmen-segmen kunci industri wisata, dapat menjadi pemelihara
sumberdaya pesisir yang sukses.
1.
Sebutkan dan jelaskan dampak positif dan negatif dari
bom ikan?
2.
Jelaskan faktor penyebab terjadinya penangkapan ikan
menggunakan bom ikan?
3.
Jelaskan Upaya apa yang harus dilakukan oleh
masyarakat maupun pemerintah dalam menanggulangi penggunaan bom ikan?
4.
Sebutkan dan jelaskan UU yang mengatur tentang
penggunaan bom ikan?
5.
Jelaskan bagaimana cara nelayan biasanya menggunakan
bom ikan untuk menangkap ikan?
6.
Jelaskan minat masyarakat terhadap
Cara Penangkapan Ikan dengan Menggunakan Bahan Peledak?
7.
Sebutkan upaya apa saja yang telah atau
sedang dilakukan oleh pemerintah dalam menangani kasus ilegal fishing penggunaan bom ikan?
C.
TUJUAN PENULISAN
1. Menyebutkan
dan menjelaskan dampak positif dan negatif dari bom ikan.
2. Menjelaskan
faktor penyebab terjadinya penangkapan ikan menggunakan bom ikan.
3. Menjelaskan
upaya apa yang harus dilakukan oleh masyarakat maupun pemerintah dalam
menanggulangi penggunaan bom ikan.
4. Menyebutkan
dan menjelaskan UU yang mengatur tentang penggunaan bom ikan.
5. Mengetahui
bagaimana cara nelayan biasanya menggunakan bom ikan.
6. Mengetahui
mengapa banyak masyarakat yang suka menggunakan bom ikan untuk menangkap ikan.
7. Menyebutkan
upaya apa saja yang telah atau sedang dilakukan oleh pemerintah dalam menangani
kasus ilegal fishing penggunaan bom
ikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sebutkan dan
jelaskan dampak positif dan negatif dari bom ikan?
1) Dampak
positif:
·
Efektif dan efisiensi waktu.
·
Mendapatkan ikan yang lebih banyak.
·
Penghasilan nelayan meningkat.
2) Dampak
negatif :
·
Pencemaran mengancam keberadaan sumber daya alam
seperti berbagai jeni ikan, kerang, udang, rumput laut, bakau, terumbu karang,
dan mamalia laut.
·
Membunuh ekosistem laut.
·
Banyak nelayan yang akan kehilangan sumber
penghidupannya.
·
Rusaknya laut tidak hanya berdampak terhadap
berkurangnya devisa dari sektor perikanan, juga pariwisata.
B. Jelaskan
faktor penyebab terjadinya penangkapan ikan menggunakan bom ikan?
Penyebab adanya exploitasi ikan dengan bahan peledak ini antara lain
sbb:
1) Adanya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masyarakat.
2) Kurangnya
rasa kepedulian masyarakat terhadap lingkungan laut.
Sedangkan Faktor
Penyebab Terjadinya Penangkapan Ikan Dengan Menggunakan Bahan Peledak Di
Provinsi Sulawesi Selatan Dari hasil penelitian penulis menurut Kompol Esa Kasi
Gakum Ditpolair Polda Sulawesi Selatan (wawancara pada hari selasa 14 agustus
2012) menunjukkan bahwa. Faktor penyebab terjadinya penangkapan ikan dengan
menggunakan bahan peledak oleh nelayan di Provinsi Sulawesi Selatan dapat
dilihat dari beberapa sisi yaitu, Pertama karena kegiatan melakukan penangkapan
ikan merupakan mata pencharaian masyarakat nelayan untuk memenuhi kebutuhan
pokok. Kedua karena sikap mental dan kepribadian nelayan di Provinsi Sulawesi
Selatan lebih suka menangkap ikan dalam waktu yang singkat, menggunakan sedikit
tenaga dan biaya namun dapat menghasilkan ikan hasil tangkapan dalam jumlah
yang banyak, tanpa mengindahkan bahwa efek yang dan bahaya yang ditimbulkan
dari penggunaan bahan peledak untuk menangkap ikan baik terhadap diri sendiri
maupun ekosistem perairan. Ketiga masih berkaitan etika dan kepribadian
masyarakat nelayan di Provinsi Sulawesi Selatan pada umumnya adalah masyarakat
tradisional dan tingkat pendidikan yang rendah serta tidak mengetahi/memahami
bahwa cara-cara penangkapan ikan menggunakan bahan peledak disamping beresiko
bahaya terhadap diri nelayan sendiri juga berdampak rusak dan matinya biota
laut yang terkena efek bahan peledak tesebut. Keempat karena sanksi pidana
akibat pelanggaran-pelanggaran penangkapan ikan menggunakan bahan peledak itu
cenderung ringan dan juga para aparat penegak hukum (penyidik) merasa kesulitan
menggunakan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan dan lebih
memilih menggunakan/menerapkan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Untuk
lebih jelasnya faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat nelayan di Provinsi Sulawesi
Selatan melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak adalah
sebagai berikut:
1) Faktor
penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana penangkapan ikan dengan
menggunakan bahan peledak.
2) Kurangnya
kepedulian masyarakat akan lingkungannya terutama lingkungan laut.
3) Kurangnya
pengetahuan masyarakat nelayan akan dampak penggunaan bahan peledak dalam
melakukan penangkapan ikan.
4) Proses
dalam pemeriksaan perkara penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak
yang rumit dan berlarut-larut.
C. Jelaskan
Upaya apa yang harus dilakukan oleh masyarakat maupun pemerintah dalam
menanggulangi penggunaan bom ikan?
Upaya yang harus dilakukan oleh
masyarakat dan pemerintah yaitu:
1)
Peningkatan kesadaran masyarakat nelayan akan bahaya
yang ditimbulkan dariillegal fishing (penangkapan ikan dengan menggunakan
alat tangkap yang ilegal).
2)
Peningkatan pemahaman dan pengetahuan nelayan
tentang illegal fishing.
3)
Melakukan rehabilitasi terumbu karang.
4)
Membuat alternatif habitat karang sebagai habitat ikan
sehingga daerah karangalami tidak rusak akibat penangkapan ikan.
5)
Mencari akar penyebab dari masing-masing masalah yang
timbul dan mencarikansolusi yang tepat untuk mengatasinya.
6)
Melakukan penegakan hukum mengenai perikanan khususnya
dalam hal pemanfaatan yang bertanggung jawab.
7)
Meningkatkan pengawasan dengan membuat badabn khusus
yang menangani danbertanggung jawab terhadap kegiatan illegal fishing.
8)
Selain itu, upaya yang dilakukan dalam menanggulangi
penangkapan ikan yang secara ilegal adalah peningkatan kesadaran dan
pengetahuan masyarakat nelayan mengenai illegal. Peningkatan kesadaran ini
dapat dilakukan dengan dilakukannya penyuluhan ke wilayah nelayan, dan
pendidikan dari kecil di sekolah daerah pesisir. Agar betul-betul bisa langsung
menyerang akar permasalahan dan menanamkan kesadaran sejak awal untuk menjaga
terumbu karang. Tapi penyuluhan itu tidak akan dapat bertahan lama jika akar
dari semua masalah itu tidak segera di selesaikan yaitu faktor kemiskinan.
9)
Penanggulangan yang lain yaitu untuk memperbaiki
ekosistem terumbu karang yang marak dilakukan oleh lembaga pemerintah, swasta
maupun lembaga swadaya masyarakat adalah dengan membudidayakan terumbu karang,
yakni dengan pemasangan terumbu karang buatan artificial reef yang
diprakarsai oleh Departemen Kelautan Perikanan. Konservasi terumbu karang
adalah hal yang mutlak, dan tidak dapat ditawar ataupun ditunda karena waktu
tumbuh karang yang lama dan manfaatnya yang begitu besar untuk biota laut
terutama ikan, karenanya bila hasil tangkapan nelayan tidak ingin menurun maka
secara bersama-sama masyarakat harus melindungi kawasan terumbu karang. Untuk
itu diharapkan nelayan atau siapapun juga tak lagi melakukan penangkapan ikan
dengan cara yang merusak. Lebih baik lagi jika sikap tak merusak itu lahir dari
kesadaran sendiri.
Meskipun proses penyadaran ini memerlukan
waktu, namun harus dilakukan secara terus menerus oleh semua pihak.
D. Sebutkan dan
jelaskan Undang-undang yang mengatur tentang larangan penggunaan bom ikan?
Undang-Undang Nomor 31
Tahun 2004 tentang Perikanan dan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang
Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dikenal
beberapa jenis delik perikanan, diatur dalam pasal 86 sampai pasal 101. adapun
delik perikanan ini terbagi atas, delik pencemaran, pengrusakan sumberdaya ikan
serta penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, delik pengelolaan
sumberdaya ikan dan delik usaha perikanan tanpa izin. Dalam tulisan ini penulis
akan mengkaji delik pencemaran, pengerusakan sumberdaya ikan serta penangkapan
ikan dengan menggunakan bahan terlarang.
Ketentuan mengenai
delik ini diatur dalam pasal 84 sampai pasal 87. Pada pasal 84 ayat (1)
rumusannya sebagai berikut:
Setiap orang yang
dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan
penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan kimia,
bahan biologis, bahan peledak, alat/dan atau cara, dan/atau bangunan yang dapat
merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumberdaya ikan dan/atau
lingkungannya sebagaimana di maksud dalam Pasal 8 ayat (1), dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp.
1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah).
Ketentuan Pasal 8 ayat
(1) undang-undang perikanan yang dimaksudkan adalah larangan bagi setiap orang
atau badan hukum untuk melakukan kegiatan penangkapan dan pembudidayaan ikan
dengan menggunakan bahan kimia dan sejenisnya yang dapat membahayakan
kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya.
Pada pasal 84 juga
ditujukan kepada nahkoda atau pemimpin kapal, ahli penangkapan ikan, dan anak
buah kapal hal ini diatur dalam ayat 2. pemilik kapal perikanan, pemilik
perusahaan perikanan, penanggungjawab perusahaan perikanan, dan/atau operator
kapal perikanan, hal ini diatur dalam ayat 3. sedangkan pemilik perusahaan
pembudidayaan ikan, kuasa pemilik perusahaan pembudidayaan ikan, dan/atau
penanggungjawab perusahaan pembudidayaan ikan, diatur dalam ayat 4. Hal ini
semua ditujukan bilamana dilakukan di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia.
Penggunaan bahan kimia,
bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat
merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya
yang tidak saja mematikan ikan secara langsung, tetapi dapat pula membahayakan
kesehatan manusia dan merugikan nelayan serta pembudi daya ikan. Apabila
terjadi kerusakan sebagai akibat penggunaan bahan dan alat yang dimaksud,
pengembalian keadaan semula akan membutuhkan waktu yang lama, bahkan mungkin
mengakibatkan kepunahan.
Kemudian pada Pasal 85
yang diubah dal;am UU No. 45 Tahun 2009, menyebutkan:
Setiap orang yang
dengan sengaja memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat
penangkap ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak
keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan
perikanan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Ketentuan dalam pasal 9
mengatur tentang penggunaan alat penangkap ikan yang tidak sesuai dan yang
sesuai dengan syarat atau standar yang di tetapkan untuk tipe alat tertentu
oleh negara termasuk juga didalamnya alat penangkapan ikan yang dilarang oleh
negara.
Pelarangan penggunaan
alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan diperlukan untuk
menghindari adanya penangkapan ikan dengan menggunakan peralatan yang dapat
merugikan kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya. Hal itu dilakukan
mengingat wilayah pengelolaan perikanan Indonesia sangat rentan terhadap
penggunaan alat penangkapan ikan yang tidak sesuai dengan ciri khas alam, serta
kenyataan terdapatnya berbagai jenis sumber daya ikan di Indonesia yang sangat
bervariasi, menghindari tertangkapnya jenis ikan yang bukan menjadi target
penangkapan.
Sedangkan pasal 86
berisi larangan bagi setiap orang atau badan hukum untuk melakukan perbuatan
yang mengakibatkan pencemaran dan kerusakan sumber daya ikan dan/atau
lingkungannya, yang dimaksud dengan pencemaran sumber daya ikan adalah
tercampurnya sumber daya ikan dengan mahluk hidup, zat, energi, dan/atau
komponen l.
E.
Menjelaskan bagaimana cara nelayan biasanya
menggunakan bom ikan untuk menangkap ikan?
Pengeboman dapat
dilakukan pada dasar peraiaran yaitu dengan mengatur panjang pendeknya sumbu
sedemikian rupa sehingga bom meledak ketika sampai di dasar. Peledakan juga
sering dilakukan di permukaan atau di tengah kolom air yang populer disebut di
kalangan nelayan pengeboman setengah air, semuanya tergantung dari sasaran ikan
yang diinginkan. Pengeboman dapat dilakukan satu kali atau berkali-kali di
lokasi yang sama. Pengeboman biasanya dilakukan dengan menurunkan satu atau dua
orang sebagai pengamat. Bila sasaran yang berupa gerombolan ikan telah nampak
sama pengamat, maka pengamat segera keluar dari air dan juru bom segera
melemparkan bom. Segera setelah bom meledak seluruh awak perahu turun untuk
mengambil hasilnya. Karena kalau tidak segera diambil ikan yang terapung atau
yang melayang akan terbawa arus dan tersebar kemana-mana. Sering ledakan
pertama dibiarkan beberapa saat, ikannya tidak diambil. Ikan yang terluka yang
berenang tidak teratur dan ikan yang terkena yang terluka. Pada saat ikan-ikan
yang lebih besar berdatangan untuk memakan hasil-hasil dari ledakan pertama
maka dilemparkan bom yang kedua sehingga hasil yang diperoleh jauh lebih
banyak.
Demikianlah pengeboman
dapat dilakukan bom menarik perhatian ikan yang lebih besar untuk berkumpul dan
makan ikan berulang-ulang tergantung dari sasaran yang diinginkan.
Para penangkap ikan
yang menggunakan cara peledakan biasanya mencari ikan yang hidupnya
bergerombol. Ikan-ikan karang yang berukuran besar seperti bibir tebal dan
korapu yang biasa hidup di bawah terumbu karang menjadi sasaran utama. Ikan
ekor kuning dan ikan kakaktua menjadi sasaran peledakan. Karena besarnya
gelombang ledakan, terkadang ikan yang ada di tepi perairan terbuka pun sering
menjadi sasaran.
F.
Menjelaskan minat masyarakat terhadap
Cara Penangkapan Ikan dengan Menggunakan Bahan Peledak?
Mengapa pengeboman ikan
menjadi populer di kalangan nelayan, walaupun sebenarnya kegiatan ini adalah
melanggar hukum. Penggunaan bahan peledak untuk menangkap ikan sangat praktis.
Awak kapal yang dibutuhkan tidak sebanyak dibandingkan jika menangkap ikan
secara tradisional yakni menggunakan jaring biasa. Bahan-Bahan yang diperlukan
dalam melakukan suatu aktifitas pengeboman adalah pupuk, atau bekas bom/mesiu
yang sudah tidak terpakai, detonator, kompresor dan balok-balok es ,sebagai
pendingin menyimpan ikan. Sumber mengatakan bahwa dengan melakukan pengeboman
maka waktu dan hasil yang didapat lebih besar disbanding kita melakukan
penangkapan ikan dengan menggunakan pancing dan jarring.
G. upaya
apa saja yang telah atau sedang dilakukan oleh pemerintah dalam menangani kasus
ilegal fishing penggunaan bom ikan?
Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP) sesuai dengan komitmennya untuk memerangi kegiatan illegal fishing dan
destructive fishing terus melakukan kegiatan pengawasan di laut dengan
mengerahkan armada kapal pengawas yang dimiliki. Kegiatan Illegal fishing
yang dilakukan oleh Kapal Perikanan Asing (KIA) dan Kapal Perikanan Indoneisa
(KII) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia (WPP-NRI), secara nyata
melanggar Undang-undang (UU) No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana
diubah dengan UU No. 45 tahun 2009, dan peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai perikanan tangkap. Selain itu, illegal fishing oleh
KII di wilayah perairan kompetensi Organisasi Pengelolaan Perikanan
Regional (Regional Fisheries Management Organizations/RFMOs) dan di laut
lepas, juga menyalahi resolusi-resolusi RFMOs, termasuk ketentuan
mengenai Conservation and Management Measures (CMM), dan
ketentuan-ketentuan internasional tentang perikanan.
Modus operandi illegal fishing
pun dilakukan dengan beragam cara, antara lain dengan melakukan penangkapan
ikan tanpa izin, mengunakan izin palsu, menggunakan alat tangkap yang
dilarang, menangkap jenis ikan (spesies) yang tidak sesuai dengan izin, menangkap
ikan di wilayah yang tidak sesuai ijin, tidak melaporkan hasil tangkapan yang
sesungguhnya atau pemalsuan data hasil tangkapan, membawa ikan hasil tangkapan
langsung ke negara lain (transhipment), penangkapan ikan di wilayah yang
dilarang, menangkap ikan di wilayah kompetensi RFMOs tanpa mengindahkan
ketentuan RFMOs maupun ketentuan internasional, penangkapan ikan
menggunakan modifikasi API/ABPI ikan yang dilarang, dan berbagai modus lainnya.
Menteri Kelautan dan Perikanan,
Sharif C. Sutardjo mengungkapkan, bahwa praktek-praktek Illegal
fishing yang terjadi di WPP-NRI telah menyebabkan kerugian bagi Pemerintah
RI, baik secara langsung maupun tidak langsung, berupa kerugian material maupun
immaterial, dari aspek ekonomi, ekologi, maupun sosial”. Selanjutnya Direktur
Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Syahrin
Abdurrahman, merinci bahwa kerugian ekonomis antara lain kehilangan nilai
ekonomis dari ikan yang dicuri yaitu Pungutan Hasil Perikanan (PHP), subsidi
BBM yang dinikmati kapal perikanan yang tidak berhak, Unit Pengolahan Ikan
(UPI) kekurangan pasokan bahan baku, sehingga melemahkan upaya pemerintah untuk
mendorong peningkatan daya saing produk perikanan. Sedangkan kerugian dari
aspek ekologis, antara lain berupa kerusakan sumber daya ikan dan
lingkungannya, yang diakibatkan oleh penggunaan alat penangkap ikan dan/atau
alat bantu penangkapan ikan (API/ABPI) yang tidak ramah lingkungan. Di samping
itu, praktek illegal fishing menyebabkan kesulitan otoritas pengelolaan
perikanan untuk mendapatkan data potensi sumber daya perikanan yang akurat,
yang diperlukan untuk mengatur kuota pemanfaatan sumber daya perikanan. Dari
aspek sosial, terbukti bahwa praktek illegal fishing di WPP-NRI
menyebabkan nelayan dalam negeri yang notabene didominasi oleh nelayan-nelayan
skala kecil, menjadi kalah bersaing, dan berpotensi mendesak matapencaharian
masyarakat nelayan kecil.
Dalam menanggulangi praktek-praktek illegal
fishing di WPP-NRI, KKP menerapkan pendekatan hard structure dan soft
structure, mulai dari hulu hingga hilir. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga
kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan, mengamankan usaha kelautan dan
perikanan, termasuk menyelamatkan kerugian ekonomi, dan melindungi
keberlanjutan mata pencaharian masyarakat kelautan dan perikanan. Pendekatan hard
structure dilakukan dilakukan dengan memeriksa dokumen perizinan, melakukan
pemantauan posisi dan pergerakan kapal perikanan menggunakan sarana vessel
monitoring system (VMS), melakukan operasi pengawasan di laut baik secara
mandiri maupun dengan bekerjasama dengan institusi penegak hukum lainnya
(TNI-AL, POLAIR, TNI-AU, dll.). Selain itu, pengawasan juga dilakukan dimulai
di darat (sebelum kapal-kapal perikanan beroperasi menangkap ikan), dilanjutkan
di laut (pada saat kapal-kapal perikanan melakukan operasi penangkapan ikan),
ketika kapal-kapal perikanan kembali ke darat saat mendaratkan hasil
tangkapannya, dan ketika kapal-kapal perikanan mendistribusikan hasil
tangkapannya.
Upaya-upaya pengawasan tersebut
terus dilakukan, walaupun di sisi lain, KKP sebagai sebuah lembaga yang relatif
baru dibandingkan dengan Kementerian lain, masih memiliki berbagai
keterbatasan. Dalam hal pengawasan, antara lain belum memadainya kapasitas dan
kapabilitas pengawasan SDKP, yang ditandai dengan adanya kesenjangan yang cukup
besar antara kebutuhan penguatan kelembagaan pengawasan SDKP dengan kondisi
yang mampu dicapai saat ini. Hingga awal Tahun 2013 ini, jumlah Kapal
Pengawas Perikanan yang dimiliki sebanyak 26 unit dari kondisi ideal yang
dibutuhkan adalah sebanyak 83 unit. Selain itu, Kapal Pengawas tersebut juga
idealnya beroperasi secara terus menerus dalam 1 (satu) tahun (365 hari), namun
seiring dengan keterbatasan anggaran, saat ini Kapal Pengawas hanya dapat
melaksanakan operasi sebanyak 115 hari pera tahun. Jumlah SDM yang dimiliki pun
terdapat keterbatasan, dimana jumlah Pengawas Perikanan yang ada baru tersedia
389 orang sedangkan kebutuhan ideal lebih kurang 1.500 orang.
Berbagai keterbatasan yang dimiliki
tidak membuat KKP lemah dalam melakukan pengawasan. Upaya-upaya terobosan terus
dilakukan, baik dengan memperkuat mental para petugas dilapangan untuk
terhindar dari praktek suap, dengan menanamkan semboyan pantang tercela di
laut. Cara lain juga dilakukan untuk memperkuat pengawasan, yaitu dengan
menjalin kerjasama lintas sekor. Dalam hal kerjasama lintas sektor, Ditjen
PSDKP secara rutin menggelar patroli bersama dengan TNI-AL, Polri dan
Bakorkamla. Selain itu dalam proses persidangan terhadap para pelaku Illegal
fishing dan destructive fishing, Ditjen. PSDKP telah melaksanakan kerjasama
dengan Kejaksaan Agung RI untuk menyiapkan Jaksa Penuntut Umum tindak pidana
perikanan, dan kerjasama dengan Mahkamah Agung RI untuk pembentukan Pengadilan
Perikanan sekaligus menyiapkan Hakim Ad Hoc yang bertugas mengadili para
pelaku illegal fishing dan destructive fishing. Kerjasama juga dilakukan
dengan negara-negara di kawasan, dan juga dengan beberapa organisasi
pengelolaan perikanan regional (Regional Fisheries Management Organizations/
RFMOs]. Dalam rangka menggalang kerjasama dengan negara-negara di kawasan,
Indonesia telah menginisiasi pembentukan forum komunikasi dan kerjasama dengan
10 (sepuluh) negara, dalam bentuk Regional Plan of Action to Promote
Responsible Fishing Practices including Combating IUU Fishing in the Region
(RPOA), dengan 11 negara peserta meliputi: Australia, Brunei
Darussalam, Cambodia, Indonesia, Malaysia, Papua New Guinea, Philipina,
Singapura, Thailand, Timor Leste, dan Viet Nam. Melalui forum RPOA,
dimungkinkan adanya pertukaran data dan informasi mengenai kapal-kapal
perikanan yang dikategorikan sebagai IUU Vessel List menurut RFMOs, kerjasama
penguatan kapasitas dan kapabilitas pengawasan, penyelenggaraan penyadaran
masyarakat, dan dukungan teknis pengawasan. Dalam hal pelaksanaan pengawasan
dan penegakan hukum di laut, Indonesia juga melakukan operasi pengawasan
bersama beberapa negara tetangga, yaitu: Malaysia, Singapura, Thailand, dan
Australia. Di samping itu, Indonesia juga telah menandatangani perjanjian
kerjasama bilateral di bidang perikanan, dengan Viet Nam, dengan salah satu
bidang yang dikerjasamakan (area of cooperation) adalah Combatting
IUU fishing. Kerjasama dengan Australia di bidang pemberantasan illegal
fishing, berada di bawah Working Group on Combating IUU Fishing. Di
pihak Indonesia, dikoordinasikan oleh Direktorat Jenderal PSDKP, sedangkan di
pihak Australia, dikoordinasikan oleh Border Prpotection Service/Border
Protection Command. Implementasi kerjasama pemberantasan illegal fishing
diwujudkan dalam beberapa bentuk kegiatan, meliputi: pelaksanaan Coordinated
Patrol, atau patroli bersama di wilayah perbatasan kedua negara dan
pertukaran data (surveillance data exchange).
Gencarnya kegiatan pengawasan yang
dilaksanakan semata-mata bertujuan untuk tercapainya kesejahteraan bangsa
Indonesia. Betapa tidak kekayaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang kita
miliki sangat potensial untuk mensejahterakan bangsa. Seiring dengan visi KKP
untuk mewujudkan pembangunan kelautan dan perikanan yang berdaya saing dan
berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat, tentu peran pengawasan menjadi
sangat dibutuhkan. Kesuksesan produktifitas di bidang perikanan tangkap tentu
tidak dapat dilaksanakan bila ikan di laut habis dijarah oleh pelaku illegal
fishing atau bila jumlah ikan semakin sedikit akibat perilaku destructive
fishing (menggunakan bom dan racun) yang mengakibatkan bibit ikan dan
lingkungan tempat berkembang biak ikan seperti terumbu karang menjadi rusak.
Demikian halnya dengan usaha budidaya, tidak akan dapat menuai hasil maksimal
bila lingkungan perairannya telah tercemar. Tidak hanya itu, telah terbukti
beberapa kali produk hasil perikanan Indonesia di embargo oleh negara importir
oleh karena dianggap mengandung zat-zat yang berbahaya akibat kegiatan budidaya
atau penanganan dan pengolahan yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Berbagai kegiatan tersebut merupakan
dasar-dasar yang kokoh untuk memberantas praktek illegal fishing di
WPP-NRI, diharapkan pemberantasan illegal fishing dan destructive
fsihing akan terus dilakanakan oleh Pemernitah RI, walaupun secara lima
tahun akan terjadi perubahan. Hal ini dimungkinkan dengan telah tersedianya
berbagai instrumen kebijakan yang secara tegas mendukung pemberantasan illegal
fishing. Memperyimbangkan besarnya kerugian materiil dan immateriil yang
diakibatkan oleh praktek illegal fishing, maka di dalam Rencana
Strategis Pembangunan Kelautan dan Perikanan, saya telah menetapkan bahwa
pemberantasan illegal fishing merupakan salah satu program prioritas
Kementerian Kelautan dan Perikanan, untuk mendukung tercapainya target-taget
produksi, pengolahan, dan pemasaran hasil kelautan dan perikanan, ujar Sharif
C Sutardjo.
Selanjutnya, Sharif C Sutardjo,
menyampaikan bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan secara bertahap terus
mengupayakan penguatan kapasitas dan kapabilitas pengawasan sumber daya
kelautan dan perikanan, agar mampu melaksanakan mandat yang diamanatkan
Undang-undang bidang Perikanan secara optimal, baik dengan menyelenggarakan
operasi penagwasan secara mandiri, maupun dengan pengawasan bersama beberapa
instansi terkait lainnya. Bahkan, karena illegal fishing menyebabkan
kerusakan sumber daya ikan dan lingkungannya dan dilakukan dengan melibatkan
lintas negara secara terencana, yang akhir-akhir ini dunia internasional mulai
mempertimbangkan untuk memasukkan praktek illegal fishing ke dalam
kriteria trans-national organized crime.
BAB III
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa
1. Eksploitasi
ikan dengan bahan peledak adalah suatu cara penangkapan ikan ilegal yang dapat
merugikan baik di laut ataupun di perairan lainnya yang di lakukan seseorang
dengan bahan berbahaya yang bukan hanya merusak makhluk hidup tatapi juga dapat
merusak ekosistem tempat hidup semua makhluk hidup di perairan.
2. Penyebab
adanya exploitasi ikan dengan bahan peledak ini antara lain sbb:
·
Adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
masyarakat.
·
Kurangnya rasa kepedulian masyarakat terhadap
lingkungan laut.
3. Dampak
positif:
·
Efektif dan efisiensi waktu.
·
Mendapatkan ikan yang lebih banyak.
·
Penghasilan nelayan meningkat.
Dampak negatif :
·
Pencemaran mengancam keberadaan sumber daya alam
seperti berbagai jeni ikan, kerang, udang, rumput laut, bakau, terumbu karang,
dan mamalia laut.
·
Membunuh ekosistem laut.
·
Banyak nelayan yang akan kehilangan sumber
penghidupannya.
·
Rusaknya laut tidak hanya berdampak terhadap
berkurangnya devisa dari
sektor perikanan, juga pariwisata.
sektor perikanan, juga pariwisata.
B.
SARAN
Saran saya seharusnya harus ada kerja sama
antara pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi penggunaan bom ikan. Agar
tidak terjadi kerusakan terumbu karang dan Sumber Daya Alam lainnya.
Daftar pustaka